MoeslimChoice. Sejarah mencatat, terbentuknya Polisi Wanita (Polwan) Indonesia terjadi pada 1 September 1948 yang ditandai dengan lolosnya enam dari sembilan perempuan dalam penerimaan Sekolah Polisi Negara (SPN) Bukittinggi Sumatera Barat.
Keenam perempuan tangguh itu Mariana Mufti, Nelly Pauna Situmorang, Rosmalina Pramono, Dahniar Soekotjo, Djasmainar Husein, dan Rosnalia Taher.
Sayangnya karena situasi Indonesia pada saat itu belum stabil. Pada tanggal 19 Desember 1948 pendidikan inspektur polisi di Bukittinggi ditutup karena agresi militer Belanda II namun keberadaan Polwan terus berlanjut hingga sekarang.
Dulu, sebelum tahun 1948, seluruh anggota Kepolisian Repubulik Indonesia hanya beranggotakan laki-laki saja. Hal ini menimbulkan kendala saat mereka melakukan pemeriksaan terhadap korban atau tersangka bahkan saksi dari perempuan. Terutama yang berkaitan pemeriksaan fisik.
Sehingga tidak jarang para anggota Polisi saat itu meminta istri dan pegawai negeri sipil perempuan untuk melakukan tugas pemeriksaan fisik. Melihat hal tersebut, akhirnya organisasi perempuan dan organisasi perempuan Islam di Bukittinggi mengajukan proposal kepada pemerintah agar perempuan diikutsertakan dalam pendidikan kepolisian.
Setelah melakukan perekrutan, enam dari sembilan siswa perempuan yang lolos pada tes penerimaan SPN (Sekolah Polisi Negara) Bukittinggi dinyatakan secara resmi sebagai anggota kepolisian wanita pertama yang ada di Indonesia.
Setelah sempat vakum akibat agresi Belanda, pada tanggal 19 Juli 1950, keenam polisi wanita tersebut kembali dipanggil untuk kembali melanjutkan pelatihan mereka di SPN Sukabumi. Di tempat ini mereka belajar tentang ilmu sosial dan pendidikan. Selain itu, mereka juga mempelajari bermacam-macam ilmu bela diri seperti anggar, jiu jitsu, judo, dan pendidikan militer lainnya.
Pada tanggal 1 Mei 1951 setelah selesai menempuh pendidikan SPN (Sekolah Polisi Negara), keenam polisi wanita tersebut mulai bertugas di Djawatan Kepolisian Negara dan Komisariat Poda Metro Jaya.
Dalam tugas selanjutnya, para Polwan ini mendapat berbagai tugas khusus seperti penyidikan, pemberantasan, dan pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh atau terhadap wanita dan anak-anak. Selain itu, mereka juga turut membantu polisi umum dalam penyidikan dan pemeriksaan perkara terhadap terdakwa atau saksi perempuan.
Kebedaraan Polwan semakin diperkuat setelah Kapolri Jenderal Polisi Drs. Mochammad Sanoesi mengesahkan lambang resmi Polwan yang terdiri dari bunga matahari yang menggambarkan sifat kewanitaan pada 29 November 1986.
Dalam lambang itu terdapat tujuh helai dan empat helai bunga melambangkan pedoman hidup Tribata dan pedoman kerja Catur Prasetya Polri. Perisai dan obor yang melambangkan kewajiban dan semangat Polri dalam mengemban tugas sebagai pelindung masyarakat. Serta tiga bintang emas yang berarti Tri Bata atau filosofi hidup Polri.
Kini jumlah Polwan yang hanya berjumlah enam orang di tahun 1948, jumlahnya sekarang sudah mencapai 30.000 orang lebih. Mereka juga kini ditugaskan diberbagai bidang. [rhd/***]