Sikapi Keputusan MK, MUI: Perkawinan Beda Agama Melawan Hukum

- Selasa, 31 Januari 2023 | 21:56 WIB
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Dr KH M Asrorun Niam Sholeh
Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Dr KH M Asrorun Niam Sholeh

MoeslimChoice.Mahkamah Konstitusi menolak gugatan terhadap Undang-undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, yang diajukan E. Ramos Petege, untuk dapat menikahi kekasihnya yang beragama Islam. Penolakan tersebut tertuang dalam amar putusan perkara Nomor 24/PUU-XX/2022.

Menyikapi keputusan Mahkamah Konstitusi itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof Dr KHM Asrorun Niam Sholeh menyatakan, putusan tersebut menguatkan bahwa perkawinan beda agama itu tertolak dalam Sistem Hukum Indonesia.

Ulama yang karib disapa Kiai Niam ini menegaskan penolakan uji materi oleh MK menegaskan secara konstitusional terhadap penolakan perkawinan beda agama.

Terkait dengan konsekuensi amar itu, Kiai Niam berpendapat upaya legalisasi perkawinan agama adalah bertentangan dengan hukum. Dengan demikian, pihak yang menganjurkan, mempraktikkan, terlebih memfasilitasi, adalah tindakan melawan hukum.

“Jadi sudah final, setop perkawinan beda agama,” kata dia.

Disinggung soal kepastian hukum menikah beda agama menurut Islam, Kiai Niam menegaskan ketentuan agama sudah jelas mengatur larangan tersebut. Hal ini karena peristiwa pernikahan itu bukan sekedar hubungan kontrak sosial semata, tetapi berdimensi ibadah, dan terikat oleh aturan agama.

“Pernikahan adalah peristiwa yang sakral, untuk tujuan membangun keluarga yang harmonis. Masa dimulai dengan mengakali hukum,” kata dia.

Kiai Niam menegaskan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan mengonfirmasi itu dan mengatur bahwa keabsahan perkawinan itu tergantung pada aturan agama masing-masing.

Lebih lanjut, Kiai Niam mengingatkan dengan diterbitkannya amar ini kampanye terhadap perkawinan beda agama bisa dimaknai melanggar konstitusi.

Sebelumnya, Majelis Hakim MK menolak gugatan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan yang diajukan E. Ramos Petege, usai gagal meresmikan jalinan asmaranya dengan gadis pujaannya karena perbedaan agama.

Diketahui, pemohon E. Ramos Petege merupakan seorang pemeluk Katolik, sementara perempuan yang ingin dinikahinya beragama Islam.

“Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Prof Anwar Usman saat membacakan amar putusan perkara Nomor 24/PUU-XX/2022 di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Hakim MK Prof Enny Nurbaningsih mengatakan bahwa hak asasi manusia merupakan hak yang diakui Indonesia yang kemudian tertuang dalam UUD 1945 sebagai hak konstitusionalitas warga negara.

Meskipun demikian, hak asasi manusia berlaku di Indonesia haruslah sejalan dengan falsafah ideologi Indonesia yang berdasarkan pada Pancasila sebagai identitas bangsa.

Halaman:

Editor: Ida Royani

Terkini

X