MoeslimChoice. Upaya Pemerintah dalam memulihan hak korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat masa lalu, seperti peristiwa pembunuhan Dukun Santet 1998-1999 bukan untuk mendiskreditkan Islam. Sebab, korban-korban yang haknya dipulihkan, justru banyak dari kalangan ulama.
Hal tersebut diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, usai menyampaikan laporan TIM Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat masa lalu ke Presiden Jokowi.
Selain itu, Mahfud mengatakan, tidak benar juga apabila pemulihan hak korban ini disebut mau memberi angin kepada lawan Islam karena dukun santet di Banyuwangi.
"Itu yang akan diselesaikan dan disantuni oleh atas rekomendasi PPHAM ini semuanya ulama. Di Aceh itu semuanya Islam. Kenapa harus dikatakan bahwa ini untuk mendiskreditkan Islam untuk memberi angin kepada PKI. Itu sama sekali tidak benar karena soal PKI itu sudah ada Tap MPR-nya," kata Menko Polhukam, Mahfud MD, di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, seperti dilansir dari NU Online, Rabu (11/1/2023).
Selain itu, Mahfud MD juga menyampaikan alasan Pemerintah menyelesaikan kasus pembantaian massal 1965-1966 melalui jalur non-yudisial. Ia membantah, bahwa penyelesaian non-yudisial terkait pelanggaran HAM berat masa lalu bukan dilakukan untuk menghidupkan komunisme.
"Masalah peristiwa 65 ada yang menuding itu untuk menghidupkan kembali komunisme dan sebagainya, itu tidak benar," tegas Menko Polhukam.
Sebab, menurutnya, korban dari peristiwa pembantaian 1965 tersebut, bukan hanya terhadap keluarga PKI, tetapi ada juga korban dari ulama hingga tentara.
"Karena berdasarkan hasil tim ini, justru yang harus disantuni bukan hanya korban-korban dari pihak PKI, tetapi juga direkomendasikan korban kejahatan yang muncul di saat itu termasuk para ulama dan keturunannya," jelas Mahfud MD.
Menko Polhukam lantas mengungkapkan, bahwa seluruh korban dan keluarga dari pembantaian 1965 akan ditindaklanjuti melalui pemberian bantuan dari Pemerintah.
"Semua (korban dan keluarga korban) itu akan diberi santunan, rehabilitasi," imbunya.
Kendati demikian, Menteri Pertahanan pada Kabinet Persatuan Nasional ini menegaskan, bahwa jalur selanjutnya yang akan ditempuh oleh Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM (PPHAM) Berat Masa Lalu untuk menyelesaikan tugasnya adalah dengan tetap menempuh jalur yudisial.
"Tim ini tidak meniadakan proses yudisial, karena di dalam Undang-undang disebutkan pelanggaran HAM berat masa lalu, yang terjadi sebelum tahun 2000 itu, diselesaikan melalui pengadilan HAM Ad Hoc atas persetujuan DPR, sedangkan yang sesudah tahun 2000 diselesaikan melalui pengadilan HAM biasa," tegas dia.
Mahfud mengatakan bahwa pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000, akan diadili melalui pengadilan HAM biasa. Hal ini dibuktikan melalui langkah Pemerintah yang sudah membawa empat kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi setelah tahun 2000, meskipun para pelakunya dibebaskan.
"Semua tersangkanya dibebaskan karena tidak cukup bukti untuk dikatakan pelanggaran HAM berat. Bahwa itu kejahatan, iya, tapi bukan pelanggaran HAM berat karena itu berbeda. Kalau kejahatannya semua sudah diproses secara hukum, tetapi yang dinyatakan pelanggaran HAM beratnya itu memang tidak cukup bukti," tutup Mahfud MD. [mt]