Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Jabatan Presiden Inkonstitusional

- Senin, 4 April 2022 | 03:58 WIB
Madsanih Manong
Madsanih Manong

MoeslimChoice | Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi. Salah satu ciri negara demokrasi adalah kedaulatan berada di tangan rakyat. Pernyataan tersebut tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Abraham Lincoln, presiden Amerika Serikat ke-16 yang dikenal sebagai bapak demokrasi mengatakan, demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam hal ini, rakyat memiliki kebebasan dalam berbagai lini kehidupan, termasuk aktivitas politik.

Pada hakikatnya, kekuasaan suatu negara demokrasi berada di tangan rakyat untuk kepentingan bersama. Di Indonesia, penerapan demokrasi didasari oleh Pancasila sila keempat yang berbunyi "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan" yang dijiwai oleh sila pertama, kedua, ketiga, dan kelima.

Selain itu, UUD 1945 secara tegas mengatur bahwa pemilu digelar lima tahun sekali. Pasal 22E Ayat (1) UUD mengatakan, "Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali".

Adapun yang dimaksud dengan pemilu ialah pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), dan partai politik. Aturan penyelenggaraan pemilu itu juga diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. "Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun sekali," demikian Pasal 167 Ayat (1) UU Pemilu.

Masa jabatan presiden juga diatur secara tegas dalam konstitusi. Pasal 7 UUD 1945 menyebutkan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama 5 tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan," bunyi Pasal 7 UUD 1945.

Sehingga, berdasarkan aturan dan ketentuan yang berlaku di Indonesia, menurut Ketua Umum YLBH Pijar Madsanih Manong SH, sukses dalam memimpin negara demokrasi adalah salah satunya berhasil memberikan hak konstitusi rakyat lima tahun sekali untuk menentukan pemimpinnya sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 pasal 22E.

Di samping itu, lanjut Madsanih, KPU sebagai lembaga negara yang punya otoritas menyelegarakan pemilu perlu banyak sosialisasi terkait tahapan baik pusat, provinsi dan kabupaten maupun kota. Menurut Madsanih, hal ini penting untuk menjawab keraguan masyarakat atas wacana beberapa ketum parpol yang ingin pemilu 2024 ditunda. [ary]

Editor: Sunarya

Terkini

X