Aksi Rasmus Paludan Bakar Al-Quran, Ternyata Sudah Berulang-ulang

- Selasa, 24 Januari 2023 | 07:30 WIB
foto/net
foto/net

MoeslimChoice. Aksi demonstrasi oleh pemimpin partai sayap kanan Denmark Garis Keras, Rasmus Paludan di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm, Swedia pada Sabtu (21/1/2023) menyita perhatian publik dunia. Lagi-lagi, aksi protes yang didalanginya itu dibumbui dengan pembakaran salinan Al-Quran, kitab suci umat Muslim.

Aksi provokatif Rasmus Paludan dengan melakukan pembakaran Al-Quran kali ini, bukanlah yang pertama kalinya terjadi. Sebelumnya, tindakan Islamofobia serupa juga telah dilakukannya pada 2019 silam.

Dalam penjelasan TRT, Paludan bahkan membungkus salinan Al-Quran dengan daging asap, membakarnya, dan melemparnya ke udara. Paludan berulah kembali pada September 2020, di mana dirinya membakar Al-Quran di Rinkeby, di selatan Kota Malmo, Swedia. Hingga akhirnya, Paludan pun kemudian dicekal masuk Swedia selama dua tahun, sebagaimana dikutip dari Al Jazeera.

Pada April 2022, Paludan kembali mengorganisasi dan mengumumkan beberapa demonstrasi di kota-kota besar Swedia. Aksi pembakaran Al-Quran terjadi di wilayah mayoritas Muslim di Swedia, termasuk di wilayah Linkoping. 

Dilansir Anadolu Agency, aksi provokatif lagi-lagi dilakukannya. Ia kembali membakar Al-Quran di depan Masjid Raslatt di Kota Jonkoping, Swedia pada Mei 2022.

Paludan lalu disatroni jamaah Masjid setempat, hingga membuatnya kabur menggunakan mobil. Kejadian tersebut menjadi perbincangan di media sosial. Pembakaran kitab suci ciderai nilai toleransi Insiden pembakaran Al-Quran oleh Paludan, menuai sejumlah respons dari banyak pihak termasuk Indonesia. 

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri (Kemlu) geram dan mengecam keras aksi yang dilancarkan Paludan itu. 

"Indonesia mengutuk keras aksi pembakaran kitab suci Al-Quran oleh Rasmus Paludan, politisi Swedia di Stockholm (21/1/2023)," tulis Kemlu dalam pernyataannya di akun Twitter resmi, sebagaimana dilansir NU Online, Senin (23/1/2023). 

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa kejadian miris tersebut merupakan aksi penistaan kitab suci dan juga mencederai nilai toleransi antarumat beragama. 

"Aksi penistaan kitab suci ini telah melukai dan menodai toleransi umat beragama," katanya. 

Indonesia juga menilai protes melalui pembakaran kitab suci umat Islam tersebut, yang dinarasikan sebagai kebebasan berekspresi, merupakan tindakan yang tidak bertanggung jawab. 

"Kebebasan ekspresi harus dilakukan secara bertanggung jawab," tulisnya kembali. 

Insiden pembakaran Al-Quran itu terjadi di tengah situasi Turki dan Swedia sedang keruh. Swedia membutuhkan lampu hijau Turki untuk tergabung dalam keanggotaan NATO. Sebagai anggota NATO sejak 1952, Turki mendukung kebijakan pergumulan pertahanan tersebut. 

Namun, Swedia terjegal masuk lantaran pihak Turki yang belum membuka jalan bergabungnya Swedia. Kecuali Swedia menghentikan semua dukungan untuk kelompok bersenjata Kurdi seperti Partai Pekerja Kurdistan (PKK). [mt]

Halaman:

Editor: Melati

Terkini

X