"Kami telah menempatkan sebuah boks di pintu gerbang. Para perempuan bisa menyampaikan keluhan melalui boks tersebut. Direktur kami akan pergi ke gerbang dan menemui perempuan itu sebagai tanda hormat," kata salah satu juru bicara kementerian moralitas, Akif Muhajer.
Dia membela keputusan larangan perempuan berada di taman, dengan mengatakan hukum Syariah Islam memang tidak mengizinkan keberadaan perempuan di taman.
"Selama 15 bulan kami memberikan kesempatan kepada saudari kami untuk menikmati jalan-jalan di taman. Kami sudah menyuruh mereka untuk mengikuti praktik menggunakan jilbab, tapi sebagian mengabaikannya. Kami memisahkan hari bagi pria dan perempuan untuk pergi ke taman, tapi itu tidak diindahkan," katanya.
Ketika ditanya kenapa mereka menekan orang-orang yang memprotes hak-hak perempuan, Mohammad Akif Muhajer mengatakan: "Di setiap negara, siapa pun yang menyuarakan perlawanan pada pemerintah akan ditangkap. Di sejumlah negara, mereka bahkan dibunuh.
"Kami belum melakukan itu. Tapi tentu saja, kalau seseorang bertekad menentang kepentingan nasional, mereka akan dibungkam."
Juru Bicara Menteri Moralitas Taliban membela pembatasan untuk perempuan, mengatakan bahwa hal itu dibenarkan oleh Hukum Islam.
Kata-kata dan tindakan dari kementerian ini menyangkal sikap keras Taliban terhadap perempuan, dan siapa pun yang kritis terhadap kebijakan mereka. Hal ini bertolak belakang dengan citra moderat yang pernah diungkapkan pihak Taliban pada awal-awal berkuasa tahun lalu.
"Suatu saat kami mungkin akan diberitahu bahwa perempuan sudah tidak boleh keluar rumah lagi," kata seorang pelajar perempuan. "Segalanya bisa terjadi di Afghanistan."
Kekecewaan terhadap komunitas internasional juga terlihat di kalangan perempuan Afghanistan.
"Dunia telah membelakangi kami," kata Laila Basim. "Orang-orang berpengaruh di seluruh dunia sekarang mendukung perempuan Iran, tapi bukan perempuan Afghanistan.
"Apa yang terjadi pada kami bahkan tidak lagi menjadi halaman muka pemberitaan. Kami merasa hancur dan terlupakan."[ros]