Ultah Terakhir dan Ujung Bakti Sang Mahaguru: Syekh Yusuf Al-Qaradhawi

- Rabu, 28 September 2022 | 09:00 WIB

MoeslimChoice.Penyakit orang-orang ‘muda’ yang baru menapakkan kakinya beberapa langkah di dunia ilmu keislaman adalah mereka tidak mengetahui kecuali satu pendapat dan satu sudut pandang yang mereka dapatkan dari satu orang guru. Mereka membatasi diri dalam satu madrasah dan tidak bersedia mendengar pendapat lainnya atau mendiskusikan pendapat-pendapat lain yang berbeda dengannya..” Yusuf al-Qardhawi, Fiqh Perbedaan Pendapat

Baru sekitar dua  pekan yang lalu,  Prof Dr Syekh  Yusuf Al-Qaradhawi mensyukuri ulang tahunnya  yang ke-96 (Lahir di Saft Turab, Mesir 9 September 1926 M), dengan cara yang sederhana dan penuh makna. Di hari ultah beliau, sahabat-sahabat terbaiknya datang dan berkumpul mendoakan sambil melaunching buku terbarunya, Fiqih Shalat, setebal 750 halaman. Namun beberapa hari pasca ultahnya, beliau dipanggil Allah SWT Senin (26/9/2022) bertepatan dengan 1 Rabiul Awal 1444 H.

Dalam sambutannya ketika melaunching bukunya itu, sebagaimana yang dirilis al-Jazirah (10/10/2022) almarhum mengaku sangat bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberinya usia panjang, sehingga bisa terus menulis, memberikan pendapat, pengalaman, serta sedikit pengetahuan yang pernah dipelajarinya.

Syekh Qaradhawi juga menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak, terutama penerbit, yang telah memberi apresiasi dan bersedia menjadi wasilah untuk mempublikasikan karyanya ke khalayak. Buku Fiqih Shalat ini adalah buku yang ke-197 dari karya-karyanya sehingga benarlah ungkapan yang mengatakan, meninggalnya Syekh Yusuf Qaradhawi adalah musibah yang tak tergantikan dan duka yang mendalam. “Semoga Allah SWT menyayangi-Mu imam wasathiyyah,” ujar Prof Dr Rajab Abu Malih, selaku redaktur.

Di Indonesia, Ketua Organisasi Alumni Al-Azhar Indonesia, TGB Zainul Mazdi juga mengucapkan bela sungkawa. Menurut TGB, yang merupakan salah satu dari jutaan pembaca karya-karya beliau menyampaikan bahwa Mahaguru Yusuf al-Qaradhawi meninggalkan dakwah Islam yang membentang luas. Termasuk terkait pemikiran Islam yang kontemporer.

Dalam berbagai literatur, terutama Risalah, karya Arwani Amin disebutkan, Yusuf al-Qaradhawi kecil, sebelum genap umur 10 tahun, sudah hafiz (hafal) Alquran dan menguasai tajwidnya. Dia kemudian menempuh pendidikan dasar dan menengah di Ma’had al-Azhar Thantha dan Ma’had Tsanawi. Kemudian setelah itu, melanjutkan studinya ke Universitas Al Azhar, Fakultas Ushuluddin dan menyelesaikannya pada 1952. Semua jenjang pendidikan beliau selesaikan dengan prestasi gemilang dan penuh ketawadhuan.

Yusuf al-Qardhawi kemudian memperoleh gelar doktor pada 1972 dengan disertasi “Zakat dan Dampaknya Dalam Penanggulangan Kemiskinan”, yang kemudian disempurnakan menjadi Fiqh Zakat, dengan nilai summa cumlaude.

Dari disertasi tersebut kemudian terbit sebuah buku yang sangat komprehensif membahas persoalan zakat dengan nuansa modern.

Dakwah dalam kehidupan Yusuf Qaradhawi adalah ruh kehidupannya. Ia seumpama melekat dalam dirinya sajak muda sampai waktu menemaninya memejamkan mata menghadap haribaan Ilahi Rabbi. Dakwah menjadi jalan kehidupan laki-laki mulia ini, sehingga mendiangnya beliau pun terjadi dalam haribaan dakwah. Sejak muda ulama yang keilmuannya menerangi jutaan rumah umat Islam ini telah aktif berdakwah ke berbagai wilayah pelosok Mesir, bahkan merambah ke sejumlah negara tetangga, Sudan, Maroko, Qatar, dan Tunisa.

Jangan mendikotomi ilmu

Yusuf Qaradhawi dikenal sebagai seorang ulama yang menolak pembagian ilmu secara dikotomis. Menurutnya, semua ilmu bisa Islami dan tidak Islami, tergantung kepada orang yang memandang dan mempergunakannya. Pemisahan ilmu secara dikotomis selama ini telah menjadi salah satu faktor yang menghambat kemajuan umat Islam.

Dengan latar belakang prestasi akademis dan keilmuan yang luas dan mendalam, pada 1961 Yusuf Qaradhawi pernah mendapat tugas untuk mengembangkan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi di Qatar. Pada 1973 mendirikan fakultas syariah dan studi Islam di Universitas Qatar dan menjadi dekannya hingga 1990. Di samping beliau juga memimpin Pusat Studi Hadits dan Sejarah Nabi di Universitas yang sama.

Sesudah lama menetap di Qatar, Qaradhawi muda sempat pulang kampung dan dipercaya menjabat sebagai Pembina di Ma’had yang menjadi tempat pembinaan para imam di bawah Kementerian Wakaf Mesir. Kemudian berpindah ke kantor Manajemen Umum Kebudayaan Islam di Al-Azhar dengan tugas mengawasi terbitan-terbitannya dan menata teknis pengelolaan dakwah.

Saat itu, beliau sudah dikenal luas sebagai seorang dai yang faqih dan mampu mengkomunikasikan pesan-pesannya secara ilmiah, meyakinkan, dan kontekstual, dikemas dalam kefasihan bahasa, dibawakan dengan semangat dan kesungguhan.  Tema-tema sentral dakwahnya di antaranya membahas agar umat bersatu, keluar dari belenggu yang selama ini membuat mereka terbelakang dan tidak melakukan dikotomi pada keilmuan

Halaman:

Editor: Ida Royani

Terkini

X