MoeslimChoice.Pernikahan beda agama menjadi masalah pelik di Indonesia kini, terutama setelah Hakim Tunggal Pengadilan Negeri (PN) Imam Supriyadi memutuskan melegalkan pernikahan beda agama antara RA yang beragama Islam dan EDS yang beragama Kristen, Senin (20/6/2022).
Hampir dapat dipastikan, akan banyak gugatan di Pengadian, seperti yang dilakukan RA dan EDS.
Padahal, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor: 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 tentang Perkawinan Beda Agama. Penetapan fatwa yang disahkan oleh Komisi C Bidang Fatwa tersebut, menghasilkan dua poin utama;
PERTAMA: perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
KEUDA: perkawinan laki-laki Muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Fatwa yang dikeluarkan MUI di atas, berlandaskan pada nash agama baik itu Alquran, hadis, hingga qaidah fiqh. Seluruh kesepakatan, merujuk serta mempertimbangkan dampak yang akan ditimbulkan dari perkawinan beda agama. Di antara ayat tersebut adalah:
وَلَا تÙÙ†ÙƒÙØÙواْ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ´ÙرÙÙƒÙينَ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ ÙŠÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†Ùواْ وَلَعَبْدٌ Ù…ÙØ¤Ù’Ù…ÙÙ†ÙŒ خَيْرٌ Ù…Ùنْ Ù…ÙØ´Ù’رÙك٠وَلَوْ أَعْجَبَكÙمْ
“Janganlah kalian menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sungguh budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al Baqarah ayat 221).
Penegasan larangan pernikahan beda agama tersebut disampaikan ulama klasik dan kontemporer. Abu Ishaq al-Syairazi misalnya menjelaskan demikian:
وَمَنْ دَخَلَ ÙÙيْ دÙيْن٠الْيَهÙوْد٠وَالنَّصَارÙÙ‰ بَعْدَ التَّبْدÙيْل٠لاَ يَجÙوْز٠لÙÙ„Ù’Ù…ÙØ³Ù’Ù„Ùم٠أَنْ ÙŠÙŽÙ†Ù’ÙƒÙØÙŽ ØÙŽØ±ÙŽØ§Ø¦ÙرَهÙمْ وَلاَ أَنْ ÙŠÙŽØ·ÙŽØ£ÙŽ Ø¥ÙمَاءَهÙمْ بÙÙ…Ùلْك٠الْيَمÙÙŠÙ’Ù†Ù Ù„ÙØ£ÙŽÙ†Ù‘ÙŽÙ‡Ùمْ دَخَلÙوْا ÙÙيْ دÙيْن٠بَاطÙÙ„Ù ÙÙŽÙ‡Ùمْ كَمَن٠ارْتَدَّ Ù…ÙÙ†ÙŽ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùيْنَ وَمَنْ دَخَلَ ÙÙيْهÙمْ وَلاَ يَعْلَم٠أَنَّهÙمْ دَخَلÙوْا قَبْلَ التَّبْدÙيْل٠وَبَعْدَه٠كَنَصَارَى الْعَرَب٠وَهÙمْ تَنÙوْخ٠وَبَنÙوْ تَغْلَبْ وَبَهْرَاءَ لَمْ ÙŠÙŽØÙلَّ Ù†ÙكَاØÙ ØÙŽØ±ÙŽØ§Ø¦ÙرÙÙ‡Ùمْ وَلاَ وَطْء٠إÙمَاءÙÙ‡Ùمْ بÙÙ…Ùلْك٠الْيَمÙيْن٠Ùلأَنَّ الأَصْلَ ÙÙÙŠ الْÙÙØ±Ùوْج٠الْØÙŽØ¸ÙŽØ±Ù لاَ ØªÙØ³Ù’تَبَاØÙ مَعَ الشَّكّÙ
“Pemeluk agama Yahudi dan Nasrani setelah terjadinya perubahan, maka lelaki Muslim tidak boleh menikahi wanita merdeka mereka dan tidak boleh menyetubuhi budak wanita mereka dengan memilikinya, sebab mereka telah memeluk agama batil, seperti Muslim yang murtad.
Pemeluk agama Yahudi dan Nasrani yang tidak mengetahui bahwa mereka memeluknya sebelum terjadinya perubahan atau sesudahnya, seperti Nasrani bangsa Arab, seperti Tanukh, Bani Taghlib, dan Bahra’, maka tidak sah menikahi wanita merdeka mereka dan tidak pula boleh menyetubuhi para budak mereka dengan memilikinya. Karena hukum asal dalam masalah farji adalah haram, yang tidak bisa dihalalkan ketika terdapat keraguan.” (Baca: Abu Ishaq al-Syairazi, dalam al-Muhadzdzab, Juz II, h. 44.)
Sementara itu, mantan Mufti Agung Mesir, Syekh Prof Ali Jumah salah satu ulama kontemporer yang secara tegas menyatakan keharaman nikan beda agama.
لا يجوز للمسلمة أن تتزوج من غير المسلم مطلقًا، وإن تمَّ مثل هذا ÙØ§Ù„زواج باطل، والمعاشرة بينهما من الزنا Ø§Ù„Ù…ØØ±Ù… شرعًا
“Tidak boleh bagi wanita Muslimah untuk menikah dengan lelaki non muslim secara mutlak. Bila hal itu terjadi maka pernikahannya batal dan relasi antara dua pasangan yang nekat melakukannya termasuk relasi zina yang diharamkan syariat.” (
Lantas terkait dengan anak hasil pernikahan beda yang dihukumi tidak sah dan zina tersebut, bagaimana Islam memandang statusnya? Pada dasarnya anak tersebut terlahir dalam keadaaan fitrah (Islam).