Melipat Sarung

- Sabtu, 21 Mei 2022 | 15:15 WIB
Wina Armada Sukardi
Wina Armada Sukardi

MoeslimChoice.   Subuh ini, seperti juga subuh-subuh tahun sebelumnya, aku bersiap sholat subuh di rumah, bersama isteri. Seperti biasanya pula, sebelum sholat subuh, aku siap-siap memakai sarung. Setelah sarung terpakai,  aku lihat masih banyak sudut sarung yang tidak rapi. Aku bongkar kembali,  dan mulai memakai sarung dari awal. Kali ini, setelah sarung terpakai, sudut sarung sudah rapi, namun terlihat motif garis sarung  belum lurus dan belum selaras.

Aku lepas lagi, dan berhati-hati sarung aku  pakai dengan memperhatikan sudut-sudutnya agar tertata  rapi.  Motif garis telah  tampil sesuai disain sarung. Merek sarung aku buat tepat  terletak di bagian tengah bawah  depan. Banyak orang yang meletakan merek sarung di bagian bawah belakang, sehingga terlihat jelas dari jemaah  di belakangnya. Sedang aku menukar letak merek menjadi di depan.

Setelah dipasang ulang, kini motif garis - garis di kain sarung sudah lurus, tidak bengkok, selaras dan tidak terlipat-lipat.  Letak bagian bawah  sarung tepat sedikit di atas mata kaki. Ujung-ujung bagian bawah sarung pun telah sama rata. Rapi sudah. Barulah aku siap sholat subuh.

Kendati aku  sholat subuh di rumah hanya berdua isteri, bahkan terkadang  sholat subuh sendiri, karena mungkin isteri sedang sakit perut, atau ada di kamar lain, aku selalu tetap memperhatikan kerapian memakai sarung.

Begitulah, busana sholat subuh yang aku pakai setiap hari aku  upayakan serapi mungkin.

Lho kok begitu?  Bukankah tak ada orang lain yang melihat?  Lalu buat apa berapi-rapi kalau tidak ada orang yang melihat, tidak ada interaksi sosial dengan masyarakat?

Bagiku, ini bukan persoalan ada orang lihat atau tidak lihat. Ini persoalan pengagungan simbolik kepada Allah. Rasa hormat kepada Tuhan. Ini salah satu wujud ketaatan dan kepatuhan simbolik aku kepada Alah. Kepada Tuhan.

Berbeda dengan waktu sholat lainnya, saat sholat subuh kita belum disibukan dengan pelbagai kegiatan lain. Jadi, kita dapat mempersiapkan diri sholat subuh sejak awal dengan bebas, tanpa ada

, atau belum ada , gangguan kegiatan lain.  Manakala kita melakukan sholat subuh, maka itulah kegiatan awal kita. Disinilah sebagai wujud pengagungan , penghormatan dan pengakuan kita kepada Tuhan, aku memberikan kepada Allah sesuatu yang terbaik. Sesuatu yang optimal dari diri hamba ini.

Berbeda dengan waktu sholat lain, yang mungkin kita sudah berinteraksi dengan orang, lingkungan dan aktivitas kita lainnya, sehingga kita boleh jadi  sudah dalam kondisi yang tidak prima, busana pun sudah kurang rapi atau telah berubah karena banyak  aktivitas, di waktu subuh semuanya masih mulai dari awal. Mulai dari kosong. Kita masih dapat  menata diri memberikan  yang terbaik kepada Sang Pencipta, di waktu kegiatan  pertama  kita  pada setiap harinya.

Kerapian penampilan di saat sholat subuh, adalah bagian dari eskpresi ketaaatan dan kepatuhan aku kepada Tuhan. Bagian dari kekaguman aku kepada Tuhan Yang Maha Esa. Bagian dari proses pengagungan dan pemujaanku kepada Allah. Bagaian dari  tanda penghormatan simbolik  seorang hamba kepada Sang Pencipa Alam Semesta.

Jangan keliru, Allah tidak membutuhkan penampilan busana rapi dan terbaik dari kita. Siapa saja yang sholat subuh dengan khusuk, kemungkinan dapat diterima Allah. Mau busana seperti apa, sepanjang memenuhi syarat-syarat syariah, bagi Allah tak soal. Tuhan Maha Pemurah Pengasig lagi Penyayang. Alah Maha Berkuasa. Alllah tidak membutuhkan apa-apa dari kita. Sebaliknya, justeru kitalah yang membutuhkan Alllah. Jiwa dan hati  kitalah yang memerlukan pengabdian kepada Allah. Dalam kontek inilah, aku menempatkan Allah dalam posisi Yang Maha Agung. Yang Maha Tinggi. Oleh karena itulah,  aku merasa perlu menghormati Tuhan secara  optimal, setidaknya pada sholat subuh.

Pemasangan sarung yang tertata dengan rapi, motif sarung yang dibuat serasi dan sudut-sudutnya yang tanpa cela, merupakan sebuah bukti dari diriku, aku ingin memberikan yang terbaik manakala di subuh hari saat diriku  menghadap kepada Tuhan Yang Maha Tinggi.

Jika kita diangkat jadi menteri, dirjen, sekjen, anggota DPR, komisioner lembaga negara, bahkan menjadi eselon 2 atau 3 Apratur Sipil Negara ( ASN) saat bakal dilantik,  kita berupaya memilih busana yang sebaik mungkin. Demikian pula andai waktu kita diminta menghadap pejabat tinggi, kita berupaya membawa diri dengan sebaik mungkin termasuk, antara lain, lewat penampilan busana yang cocok. Aku bertanya-tanya pada diri sendiri, kenapa sewaktu sholat subuh, kita juga  tidak memberikan yang terbaik kepada Allah? Bagi aku , setidaknya pada sholat subuh  di rumah,  aku membcoba memberikan yang terbaik. Diriku membutuhkan hal itu sebagai salah satu cara mengabdi  pada Zat yang jiwaku ada dalam genggamNYA. Salah satu mekanisme simbolik aku menghormati Allah.

Halaman:

Editor: Romli

Terkini

X