Moeslimchoice. Sebagai politisi Partai Keadilan Sejahtera yang mulai menjadi anggota parlemen pada 2004, Aboe Bakar Alhabsyi semakin menunjukkan kesangupannya mengemban amanah. Paling tidak, selain menjadi anggota Komisi III DPR dengan lingkup tugas bidang hukum dan keamanan, ia juga menjabat Ketua Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI.
MKD adalah alat kelengkapan parlemen dengan tugas pokok dan fungsi menjaga serta menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat. Maka sebagai anggota Komisi III DPR dan Ketua MKD, Habib Aboe --nama ringkasnya, mengemban amanah yang saling terkait terutama di bidang etika dan hukum.
Salah satu persoalan yang berkemungkinan dilematis dalam mengemban amanah sebagai Ketua MKD adalah harus menyidangkan sesama anggota DPR bahkan memutuskannya untuk memberhentikannya sebagai anggota dewan jika dinilai melanggar kehormatan DPR. Selain itu, sebagai Ketua MKD, Habib Aboe tidak bisa memutuskan sendiri karena Pimpinan merupakan satu kesatuan yang bersifat kolektif dan kolegial. Terdiri atas satu ketua dan empat orang wakil ketua MKD, yang dipilih dari dan oleh 17 anggotanya berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
Nah, dilema dan kendala seperti itu benar-benar terjadi dalam kasus pelaporan pelanggaran etik oleh anggota DPR yang pernah sama-sama berada di Komisi III DPR dan menjadi Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin. Dalam kasus ini MKD menerima laporan pengaduan dari lima pihak mengenai pelanggaran etik karena Azis diduga terlibat dalam kasus suap penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju terkait penanganan perkara yang menyeret Wali Kota Tanjungbalai M Syahrial yang sudah ditangkap KPK.
Sebagai tindak lanjutnya, MKD menggelar rapat pleno pada Selasa, 18 Mei 2021. Menurut Aboe Bakar, lima laporan aduan dugaan pelanggaran etik oleh Azis Syamsuddin. Dari lima laporan tersebut, hanya tiga laporan yang sudah terverifikasi atau memenuhi berkas persyaratan. Nah yang sudah lengkap itu, MKD akan menindaklanjuti dengan pemanggilan.
"Tiga laporan sudah lengkap dan dua masih perlu dilengkapi. Kami sepakat akan memanggil semua pelapor," kata Aboe yang juga Sekretaris Jenderal PKS itu. Satu persatu, kata dia, para pelapor yang tak disebutkan identitasnya itu akan dipanggil oleh MKD.
Namun, proses pemanggilan itu baru dijadwalkan berlangsung pada masa sidang DPR periode Agustus-Oktober 2021. Selain karena mendekati masa reses, wabah Covid-19 juga dianggap kendala untuk memproses laporan pengaduan lebih lanjut. Ternyata pada masa sidang Agustus-Oktober 2021 itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lebih dulu menangkap Azis Syamsuddin pada Sabtu, 25 September 2021.
Toh Habib menegaskan bahwa MKD akan tetap mengikuti ketentuan terkait pelaporan terhadap Azis Syamsuddin. Namun, ia menegaskan, meskipun prihatin dengan penangkapan oleh KPK itu, MKD akan bertindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
Habib Aboe menerangkan MKD tidak mungkin serta-merta memberhentikan Azis, untuk sementara sekalipun. "Hal ini merujuk pada ketentuan berdasarkan Pasal 87 Ayat 5 UU MD3, dimana pemberhentian sementara pimpinan DPR, dapat dilakukan jika yang bersangkutan sudah menjadi terdakwa," ucap Legislator Fraksi PKS Dapil Kalsel itu.
Namun demikian, menurut ketentuan pasal 87 Ayat 1 huruf B UU MD3, pimpinan DPR dapat diberhentikan dengan sementara apabila yang bersangkutan menyatakan mengundurkan diri. Rupanya Azis memilih pengunduran diri sehingga tindak lanjut pelaporan itu pun terhenti.
Dalam hal ini, Habib Aboe menunjukkan upaya sungguh-sungguh untuk menegakkan hukum dan taat pada aturan lain penunjangnya, bahkan di lingkup lembaga dan sejawatnya sendiri secara adil. Sedangkan penegakan hukum yang adil adalah prasyarat untuk mewujudkan demokrasi yang matang. Oleh sebab itu, panitia penyelenggara menominasikannya untuk menerima penghargaan Democracy Award tahun ini.*