Karhutla, Jokowi Dicap Omdo!

- Rabu, 7 Agustus 2019 | 08:44 WIB
Ilustrasi: Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pada tahun 2019
Ilustrasi: Kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau pada tahun 2019

Bagaimanapun, Riko berpendapat bahwa ancaman untuk memecat pejabat TNI-Polri yang gagal mengatasi kebakaran hutan belum menyentuh akar persoalan kebakaran hutan akibat kerusakan lahan gambut. Seperti diketahui, kebanyakan lokasi kebakaran hutan merupakan lahan gambut.

"Di situ kan pemerintah harus berupaya melakukan pemulihan dan perlindungan gambut yang masif dan menyeluruh. Ini berjalan lambat," kata Riko.

Senada dengan Riko, Ketua Tim Jurukampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas, memandang ancaman Presiden kepada Panglima TNI dan Kapolri tidak menyelesaikan masalah.

Arie menjelaskan, selama ini banyak instrumen hukum yang sudah ada tapi tidak dijalankan untuk membuat jera perusahaan-perusahaan yang membuka lahan di wilayah gambut.

"Sudah ada beberapa perusahaan yang dinaikkan ke pengadilan tapi upaya yang lebih serius, terutama untuk membayar denda perusahaan-perusahaan itu tidak dilakukan," kata Arie, "Sementara masih banyak perusahaan lain yang masih melakukan pembakaran di lahan yang sama."

Menurut catatan Greenpeace, sudah ada 11 perusahaan yang sudah dibawa ke meja hijau oleh Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (LHK) karena dituduh bertanggung jawab atas kebakaran hutan dan lahan serta pembalakan liar.

Semua gugatan tersebut telah dikabulkan Mahkamah Agung, dan perusahaan diwajibkan membayar denda yang totalnya mencapai Rp 18 triliun.

Dari 11 kasus, sembilan sudah inkracht (berkekuatan hukum tetap) di tingkat pengadilan negeri sedangkan sisanya masih menunggu putusan banding di pengadilan tinggi.

Namun belum ada satu pun dari perusahaan yang kasusnya sudah inkracht membayar denda ke negara.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo dan sejumlah kementerian divonis melakukan perbuatan melawan hukum dalam perkara kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah pada 2015 lalu.

Vonis ini diketok setelah MA menolak pengajuan kasasi tim kuasa hukum pemerintah.

Pemerintah, melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) akan mengajukan peninjauan kembali (PK).

Arie Rompas, yang merupakan salah satu penggugat, menilai tidak ada perubahan dalam cara pemerintah menangani kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah sejak 2015.

Pemerintah memang mengklaim terjadi penurunan intensitas kebakaran hutan dalam tiga tahun terakhir namun itu lebih disebabkan karena musim kemarau yang pendek, kata Arie. Ia menambahkan, ada tanda-tanda bahwa kondisi di tahun ini mirip dengan 2015 lalu.

"Tahun 2015 lalu, bulan Juli sampai November tidak ada turun hujan sehingga kemaraunya panjang... Pada tahun 2016, 2017, 2018 itu pada bulan Agustus sudah hujan lagi, jadi enggak sepanjang ini," jelas Arie, "Di tahun ini, kebakaran hutan dan lahan sudah terjadi di wilayah-wilayah yang sama seharusnya terjadi [yaitu] wilayah yang bergambut. Tahun 2019 terbakar, sekarang terbakar lagi. Dan penanganannya pun hampir sama."

Halaman:

Editor: Yukie

Terkini

X