MoeslimChoice. Tuntutan era yang kian maju dan banyak melahirkan hal-hal baru, mengharuskan manusia untuk menguasai berbagai disiplin ilmu untuk kebutuhan ijtihad. Hanya bersandar kepada nas saja, itu belum cukup untuk memahami sesuatu, apalagi berkaitan dengan hukum.
Hal tersebut diungkapkan Wakil Presiden Republik Indonesia (Wapres RI), KH Ma'ruf Amin, saat menyampaikan Orasi Ilmiah pada Wisuda IX Institut Agama Islam Bani Fattah (IAI Bafa) Tambakberas, Jalan KH. Abd. Wahab Hasbullah, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Rabu (15/3/2023).
"Harus punya ilmu untuk menjawabnya. Dan tidak mungkin sendiri, harus bersama-sama. Namanya ijtihad jama'i (rombongan). Kalau tidak dijawab, maka terjadi kekosongan," kata Wapres, KH Ma'ruf Amin, di Jombang, Jawa Timur (Jatim), seperti dilansir dari laman wapres RI, Rabu (15/3/2023).
KH Ma'ruf Amin menyampaikan, bahwa banyak sekali produk dari syariat itu berawal dari ijtihad. Hal ini dikarenakan terbatasnya nash. Hadits pun juga tidak pernah bertambah. Sedangkan persoalan-persoalan tidak pernah berhenti dan terus berkembang.
"Bahkan selain masalah jadidah, ada masalah lama yang mengalami perubahan. Terutama di bidang ekonomi, transaksi-transaksi yang baru, yang dulu tidak ada. Itu kemudian harus dijawab oleh kita. Masalah-masalah kebangsaan, masalah-masalah global, hubungan antar-Muslim dan non-Muslim. Itu semua harus dijawab. Oleh karena itu harus punya ilmu," tambah Wapres.
Baca Juga: Wapres KH Maruf Amin Resmikan Kantor PCNU Mimika
Menurut Imam Haramain, kata Wapres, nash itu mencakup 10 persen dari produk-produk syariat. Sementara 90 persennya dihasilkan dari ijtihad para ulama. Tak heran, bila ada ulama yang cukup produktif menulis kitab sampai 10 jilid untuk menerangkan, sekaligus menjawab banyak hal, termasuk topik yang hangat kala itu.
Penegasan Imam Haramain tentang ijtihad, mendominasi produk-produk syariah itu kira-kira 1000 tahun yang lalu. Kalau dihitung dari sekarang ke 1000 tahun lalu, maka nash akan menjadi makin sedikit dibanding hasil ijtihad.
"Oleh karena itu, saya bilang S1 tidak cukup. S2 belum cukup, S3 belum cukup juga, harus terus. Karena memang sekarang keilmuan tidak sehebat orang dulu. Jadi tidak mungkin ada seorang yang benar-benar mujtahid," imbuh Wapres.
Orang-orang yang mengaku mujtahid di era sekarang, lanjut Wapres, bisa dipastikan hasil ijtihadnya belum bisa sempurna. Karena hanya mengutip pendapat-pendapat para ahli terdahulu. Karena itu, ijtihad harus dilakukan bersama-sama.
"Jadi yang bergelar profesor itu banyaknya tukang kutip. Tapi kita harus menjawab persoalan itu. Maka kita harus mendalami ilmu terus-menerus," tambahnya.
Kepada para wisudawan dan wisudawati, Wapres KH Ma'ruf Amin, meminta untuk terus membekali diri dengan ilmu pengetahuan yang luas. Apalagi, banyak ulama yang alim, menguasai berbagai disiplin ilmu yang akhirnya kembali ke haribaan Allah swt.
Ia kemudian mencontohkan almaghfurlah KH Djamaludidn Ahamd (Kiai Jamal), Pengasuh Pesantren Bumi Damai Al-Muhibbin Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang, seorang ulama yang alim dan ahli tasawuf.
Menurut Wapres, Kiai Jamal harus ada penggantinya. Allah tidak mengambil ilmu dari hati manusia, tapi Allah mengangkat ilmu itu dengan mengambil ulama.
"Kalau tidak ada seorang alim pun yang menguasai ilmu, orang akan mengangkat pemimpin-pemimpin yang bodoh. Kalau seseorang memberikan fatwa tanpa ilmu, dia sesat dan menyesatkan," pungkasnya.***
Artikel Terkait
Wapres KH Maruf Amin Harap PKS Terus Promosikan Islam Damai dan Moderat
Kongres Halal Internasional MUI 2022 Akan Dibuka Wapres KH Maruf Amin