MoeslimChoice - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melalui Direktorat Bina Administrasi Kewilayahan (Ditjen Adwil) mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk mengantisipasi sejak dini potensi permasalahan pertanahan yang terjadi di daerahnya.
Direktur Kawasan Perkotaan dan Batas Negara Direktorat Jenderal Ditjen Adwil Amran mengungkapkan, sejumlah faktor penyebab konflik pertanahan bisa dilihat dan didalami oleh Pemda sebelum masalahnya semakin kompleks.
Karena itu, kata Arman permasalahan pertanahan harus segera ditangani sedini mungkin.
"Sedini mungkin permasalahan pertanahan harus diantisipasi sejak awal. Jadi bukan hanya diselesaikan saat kejadian, tapi bisa dilihat apa potensi permasalahan yang bisa muncul," ujar Amran mewakili Dirjen Bina Adwil Kemendagri Safrizal ZA pada Rapat Koordinasi (Rakor) Penanganan Masalah dan Konflik Pertanahan di Hotel Royal Tulip, Jimbaran, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (15/3/2023).
Arman menjelaskan, masalah pertanahan perlu disikapi secara hati-hati, karena di beberapa kejadian, persoalan pertanahan terjadi karena kurangnya tertib administrasi sejak awal.
Faktor lainnya, lanjut dia, dipicu oleh tidak seimbangnya proses distribusi kepemilikan tanah. Berikutnya karena tidak sinkronnya peta dasar antarinstansi dan sejumlah kepemilikan hanya didasarkan pada bukti legal-formil, bukan pemanfaatan tanah.
Baca Juga: Buka Fire Safety Festival 2023, Dijen Adwil Kemendagri: Ukur Kemampuan Anggota Damkar
Baca Juga: Lantik Pejabat Lingkup Kemendagri, Mendagri: Dalam Organisasi Perlu Penyegaran
"Nah inilah yang bisa didalami dari awal. Tentunya Bapak/Ibu sekalian yang ada di daerah yang akan bisa melihat hal-hal apa yang perlu kita antisipasi. Kita harus lihat semua SDM terkait pertanahan ini perlu disinergikan dengan baik," harapnya.
Amran menjelaskan, berbagai tipologi masalah pertanahan di antaranya sengketa tanah garapan yang dominan terjadi, redistribusi tanah, dan sengketa izin lokasi. Selain itu, masalah berikutnya dipicu oleh sengketa pengadaan tanah, serta hal lainnya seperti permasalahan terkait tanah ulayat, tanah kosong, membuka tanah, dan ganti kerugian tanah.
Dirinya menjelaskan, Kemendagri akan melihat hal-hal yang perlu didorong untuk dikoordinasikan di tingkat pusat. Dia juga mempersilakan jajaran dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk memberikan saran dan masukan guna memaksimalkan koordinasi antara pusat dan daerah.
"Contoh permasalahan di Jawa Barat, sengketa tanah garapan yang dominan ada 88,7 persen. Di daerah lain kurang lebih sama soal tanah garapan. Ada masyarakat yang mendiami tanah tersebut, kemudian dalam waktu yang lama, kemudian pemilik awalnya baru mengklaim. Ini banyak kejadian," bebernya.
Amran menambahkan, selain itu persoalan lainnya yakni terdapat beberapa tanah negara yang ditempati masyarakat. Hal tersebut, kata Amran, perlu dilihat sejak awal oleh daerah. Dirinya berharap, masalah pertanahan dapat dideteksi sejak dini dan Rakor yang digelar tersebut mampu memberikan solusi agar persoalan pertanahan tidak terjadi di masa mendatang.
"Karena itu, mudah-mudahan tahun ini kita bisa mendorong munculnya inovasi baru di bidang penyelesaian masalah pertanahan ini. Mungkin di Kementerian ATR sudah ada, kami di Kemendagri akan mendorong bagaimana kemudahan untuk menyampaikan laporan masyarakat terkait masalah pertanahan. Kita akan dorong untuk menyiapkan aplikasi memudahkan pengaduan dan koordinasi," tandas Amran.
Artikel Terkait
Menteri PANRB Dukung Kementerian ATR/BPN Integrasikan Layanan Pertanahan dan Tata Ruang
Serahkan Sertifikat Tanah dan SK Perhutanan Sosial pada Masyarakat Blora, Presiden: Jangan Ditelantarkan