Mengajar Lebih Mulia dari Wiridan, Ini Penjelasan Gus Baha

- Sabtu, 21 Januari 2023 | 07:00 WIB
foto/net
foto/net

MoeslimChoice. Dalam kajian rutin Tafsir Jalalain di Pondok Pesantren Tahfidzul Quran Lembaga Pembinaan Pendidikan dan Pengembangan Ilmu Al-Quran (LP3IA) Narukan Rembang, Jawa Tengah (Jateng), Rabu (18/1/2023). 

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Ahmad Bahauddin Nursalim, menjelaskan tentang keutamaan menjadi guru dan mengajar dari sudut pandang Nabi Muhammad SAW.

"Menurut saya paling selamat itu mengajar, titik. Percaya saya. Saya paling senang mengajar. Maka ketika saya boleh memilih maka saya milih mengajar," kata Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim, di Rembang, Jateng, seperti dikutip dari NU Online, Jumat (20/1/2023).

Menurut Kiai yang dikenal dengan nama Gus Baha ini, mengajar berarti menyebarkan ilmu Allah dan melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak. Mengajar adalah tradisi para Nabi. 

Ada cerita di mukadimah Ihya Ulumiddin, yang menceritakan ketika Nabi Muhammad SAW datang ke Masjid lalu ada satu kolompok yang wiridan, minta-minta ke Allah, sedangkan yang satunya mengajar. Lalu Nabi Muhammad SAW bergabung ke kelompok yang mengajarkan ilmu Allah, halal haram, dan bahas aturan Allah. Sementara yang doa, bahas diri sendiri, sibuk dengan kepentingan pribadi.

"Ketika mengajar Al-Quran, maka nanti orang tahu hukumnya Allah, sehingga bisa diterapkan di kehidupan masyarakat. Mengajarkan sesuatu yang abadi manfaatnya," imbuhnya. 

Menurut Gus Baha, orang mengajar lebih mulia dari pada seseorang yang hanya wiridan, minta ampun kepada Allah. Oleh karenanya, tidak mungkin orang istighfar mengalahkan orang mengajar ilmunya Allah. 

Siapapun yang mengajar, meskipun tanpa baca istighfar, ia sudah dimintakan ampunan oleh makhluk langit dan bumi. Kalau semisal di langit diwakili oleh Jibril dan di bumi diwakili oleh Nabi untuk minta ampunan. Maka pasti diampuni oleh Allah. Orang yang merundung orang alim tidak diberikan ilmu dan keberkahan. 

"Kamu istighfar, bagus istighfar, tapi tetap untuk keuntungan pribadi. Ada keinginan masuk surga dan lainnya. Tidak keinginan untuk memuliakan Allah," tambah Gus Baha. 

Bagi Gus Baha, mengajar lebih diutamakan Nabi, karena orang mengajar menerangkan siapa itu Allah, dijelaskan Allah adalah Tuhan. Menjelaskan Nabi itu siapa, Nabi adalah orang yang menjelaskan ayat Allah.  Ketika melakukan ini, Allah akan terharu karena seseorang selalu membahas Allah dan kekasih-Nya, tidak bahas dirinya pribadi. Kalau istighfar banyaknya kepentingan pribadi. 

"Kamu bahas dirimu belum tentu benar. Namun, ketika mengajar seperti tafsir maka yang dibahas adalah hukumnya Allah. Pasti benar," tegasnya. 

Gus Baha mengingatkan, dalam mengajar jangan berpikir yang aneh-aneh. Fokus pada mengajar saja. Tidak penting masuk surga atau neraka, karena mengajar adalah perbuatan baik. Ketika tidak ada yang mengajarkan Al-Quran, maka tidak bisa dibayangkan bagaimana dunia ini. 

"Mengajar ya mengajar saja, jangan minta fasilitas yang aneh-aneh. Namun, mengajar di sini bagi orang yang bisa mengajar. Tidak sesat menyesatkan," pungkas Gus Baha. [mt]

 

Halaman:

Editor: Melati

Terkini

X