MoeslimChoice. Gambaran bagaimana beratnya balasan orang yang melukai perasaan seorang ibu, terdapat pada kisah seorang sahabat namanya 'Alqamah. Ia seorang yang sangat taat kepada Allah, tekun beribadah, tak pernah tertinggal puasa dan shalatnya.
Tak terkecuali zakat dan sedekahnya. Namun, di penghujung hayatnya, ia kesulitan mengucapkan kalimat LÄ ilÄha illallÄh. Setelah dilaporkan dan ditelusuri oleh Rasulullah saw, 'Alqamah masih memiliki seorang ibu, yang sudah tua dan hatinya pernah terluka gegara sikapnya.
Menurut sang ibunda, 'Alqamah terlalu lebih perhatian dan lebih mementingkan istrinya, ketimbang ibunya. Itulah sebabnya, saat sakaratul maut, lidah 'Alqamah kelu tak bisa mengucap kalimah thayyibah.
Beruntungnya, Rasulullah SAW segera memintakan ampunan kepada sang ibunda untuk 'Alqamah. Demi membuka pintu maaf sang ibunda, beliau sempat meminta para sahabat mengumpulkan kayu bakar untuk membakar 'Alqamah.
Mendengar demikian, jiwa keibuan ibunda 'Alqamah pun bangkit dan hatinya pun luluh. Ia merasa tidak tega, jika harus melihat jasad sang anak dibakar hidup-hidup di depan mata. Hingga akhirnya ia rela memaafkan 'Alqamah daripada melihat jasadnya hangus terbakar api.
Rasulullah SAW menyampaikan kepada sang ibunda, "Duhai ibu, api akhirat jauh lebih pedih ketimbang api dunia."
Setelah dimaafkan, 'Alqamah pun dengan mudahnya menghembuskan nafas terakhir seraya mengucap kalimah LÄ ilÄha illallÄh. (Lihat: Syekh Zainuddin al-Malaibari, Irsyadul-'Ibad, halaman 91).
Seorang 'Alqamah saja yang taat ibadah kepada Allah, berada di ambang kematian su'ul khatimah, bagaimana dengan orang yang durhaka kepada Allah dan orang tua? Bagaimana orang yang terus membangkang dan selalu menyakiti perasaan orang tua?
Sungguh ini pelajaran berharga bagi siapa pun yang masih memiliki sikap buruk kepada orang tuanya. Sekaligus pelajaran bagi siapa pun yang menginginkan kematian husnul khatimah.
Di momen Hari Ibu, yang baru saja berlalu ini, marilah kita sama-sama mengubah sikap buruk kita kepada orang tua, terlebih kepada ibu kita. Doakan yang terbaik jika mereka sudah tiada. Bahagiakanlah mereka.
Jika belum mampu membahagiakan, setidaknya jaga sikap dan perkataan kita agar tidak melukai perasaan mereka. Sebab, balasan dan ancamannya sangatlah berat dan merugikan kita di dunia dan akhirat. Wallahu 'alam. [mt]
(Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim "Syubbanul Muttaqin" Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat).