Kita tahu bahwa sujud adalah posisi atau momen yang paling dekat dengan Allah, jadi kita diperintahkan untuk memperbanyak doa. Sebagaimana Hadis Rasulullah Saw.:
“Yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabbnya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah do’a ketika itu.” (HR. Muslim no. 482, dari Abu Hurairah).
Namun dalam hadis lain, sebagaimana di sebutkan di atas, kalau dalam shalat, doa itu disunahkan dipanjatkan pada saat bacaan tasyahud akhir selesai. Doa yang kit abaca sesuia keadaan kita, yakni dalam bahasa Arab.
Seperti yang dalam fatwanya Syaikh Muhammad ibn Sholih Al Utsaimin di atas bahwa “ada tempat untuk berdoa di selain sujud, yaitu tasyahud. Karena Nabi Saw. ketika mengajarkan tasyahud kepada Ibnu Mas’ud, Nabi bersabda, “Kemudian pilihlah doa yang dia sukai.” Maka Nabi tempatkan doa, baik sedikit maupun banyak, setelah tasyahud akhir, sebelum salam.
Sedang menurut Muhyiddin An-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim-nya (Al-Minhaj Syarhu Shahihi Muslim Ibnil Hajjaj) mengatakan setidaknya ada tiga pandangan mengenai maksud hadis doa pada saat sujud di atas.
Pertama, memperpanjang sujud dan memperbanyak rukuk dengan memperbanyak jumlah rakaat itu lebih utama. Demikian sebagaimana diriwayatkan At-Tirmidzi, Al-Baghawi dari sekelompok para ulama. Di antara mereka yang berpandangan demikian adalah Ibnu Umar RA.
Baca juga: Adakah Dalil Bersalaman Ba’da Shalat? dan Bagaimana Pendapat Ulama Mengenainya?
Kedua, memperpanjang berdiri lebih utama karena didasarkan pada hadis riwayat Jabir yang terdapat dalam Shahih Muslim, yang menyatakan bahwa Nabi Saw., “Shalat yang paling utama adalah yang panjang qunutnya.” Apa yang dimaksud “qunut” dalam hadis ini adalah berdiri. Pandangan ini dianut oleh Madzhab Syafi‘i dan sekelompok ulama.
Ketiga, ulama yang lebih memilih untuk menyamakan (lamanya) sujud dan berdiri. Sedangkan Imam Ahmad bin Hanbal bersikap abstain (tawaqquf) dan tidak memberikan memberikan komentar dalam masalah ini.
Selain ketiga pandangan itu, ada juga pandangan dari ulama lain, seperti Ibnu Rahawaih. Menurut Ibnu Rahawaih, jika siang hari, maka memperbanyak ruku dan sujud (memperbanyak jumlah rakaat) itu lebih utama. Sedangkan pada malam hari maka memperpanjang berdiri itu lebih utama, kecuali bagi orang yang memiliki beban untuk menyelesaikan satu juz Al-Quran dalam satu malam, maka ia lebih untuk memperbanyak rukuk dan sujud.
Sebab, ia membaca juz yang menjadi bagiannya dan memperoleh keuntungan dengan banyaknya ruku dan sujud,” (Lihat An-Nawawi, Al-Minhaj Syarhu Shahih Muslim ibnil Hajjaj, juz IV ). Ini diperkuat oleh At-Tirmidzi apa yang dikemukakan Ibnu Rahawaih ini karena mereka menyifati shalat malamnya Nabi Saw.
Doa Menggunakan Bahasa Selain Arab dalam Sujud Shalat
Para ulama tak ada yang satu pendapat mengenai ini. Ada yang sama sekali tak memperbolehkan, ada juga yang memperbolehkan, tapi dengan syarat. Mazhab Hanafiyah menganggap bahwa berdoa dengan selain bahasa Arab, baik ketika shalat maupun di luar shalat, adalah makruh, karena Umar bin Khattab melarang “rathanatal a’ajim” (berbicara dengan selain bahasa arab).
Mazhab Malikiyah mengharamkan berdoa dengan selain bahasa Arab yang maknanya jelas. Allah berfirman, yang artinya, “Tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun kecuali (mereka berdakwah) dengan bahasa kaumnya.” (Q.S. Ibrahim:4).
Mazhab Syafi’iyah, masalah ini dirinci. Mereka menjelaskan bahwa berdoa dalam shalat ada dua: doa yang ma’tsur (terdapat dalam Alquran dan hadis) dan doa yang tidak ma’tsur. Doa yang ma’tsur tidak boleh diucapkan dengan bahasa lain, selain bahasa Arab.
Artikel Terkait
Bersyukur Tempati Gedung Baru SBSN, Siswa MIN 1 Rembang Sujud Syukur
Bagaimana Hukum Memperlama Sujud Terakhir? Ini Penjelasannya
Inilah Doa Setelah Shalat Hajat
Ketika Imam Syafi'i Tidak Qunut Saat Shalat Shubuh