Rugikan Anggota Rp15 Triliun, Pemimpin KSP Indosurya Divonis Bebas

- Jumat, 27 Januari 2023 | 07:00 WIB

“Motifnya ingin cepat mendapatkan keuntungan yang besar dan instan, tanpa melihat atau menelusuri adanya penipuan atau jebakan dalam investasi tersebut. Dengan kata lain, sifat greedy (serakah) dan juga malas dalam mengkonfirmasi terkait legalitas dari lembaga penyelenggaranya,” kata Etika.

Dia menambahkan, berkaca dari kasus KSP Indosurya, masyarakat harus curiga jika menemukan perusahaan yang menawarkan untung yang menggiurkan.

“Ingat prinsip high risk high return. Seperti pada kasus KSP Indosurya yang menawarkan imbal hasil melebihi 20 persen setahun. Imbal hasil ini sangat tidak masuk akal. Kasus gagal bayar KSP Indosurya Cipta juga menghancurkan citra koperasi di Indonesia,” ujarnya.

Selain sifat yang rakus, maraknya investasi bodong, menurut Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah juga disebabkan oleh sangat rendahnya literasi keuangan masyarakat.

“Kalau masyarakat tidak peduli, tidak belajar, dan tidak mau meninggalkan sikap serakah akan susah, akan terus ada kasus investasi bodong,” kata Piter.

Tiga ciri investasi bodong
Piter menjelaskan, terdapat setidaknya tiga ciri-ciri investasi bodong. Pertama adalah menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal.

“Keuntungan 30-50%, bahkan berlipat-lipat, dalam waktu singkat. Itu sudah pasti bodong, dan dicurigai,” kata Piter.

Ciri kedua adalah tidak adanya kejelasan informasi mengenai bisnis investasi perusahaan tersebut.

“Kalau investasi itu harus jelas, menanam padi, buka tambak lele, itu kan jelas. Kalau bisnis tidak jelas bisnis apa, investasi apa, produk apa, sektor apa, pasar dimana, itu perlu dicurigai.”

Dan ketiga, “Harus dicurigai jika tidak jelas siapa pengelolanya, perusahaan siapa, izin bagaimana, di balik perusahan tokoh siapa. Kalau tidak jelas perlu dicurigai, harus dipastikan. Tiga hal ini saja sudah cukup untuk kita dari awal mengantisipasi untuk berhati-hati,” kata Piter. [ros]

Halaman:

Editor: Ida Royani

Terkini

X