“Mereka bilang ada rush, lalu efek Covid, dan banyak alasan lain. Tapi tidak bisa membuktikan. Itu adalah suatu modus,” kata Ricky.
Akhirnya, kata Ricky, dana yang dikumpulkannya hari demi hari dari jerih payah dan keringat untuk membeli rumah dan biaya pendidikan anak menjadi lenyap.
“Kami harus mulai dari nol. Hasil banting tulang kami setiap harinya dirampas begitu saja, sangat menyedihkan. Persiapan pendidikan untuk anak juga lenyap begitu saja,” ujarnya.
Selain dirinya, kata Ricky, terdapat banyak korban investasi di Indosurya yang rata-rata lansia dan pensiunan -berusia 60 tahun hingga 70 tahun- mengalami kesulitan hidup hingga meninggal dunia akibat uangnya tidak bisa diambil.
“Banyak anak-anak korban yang sulit meneruskan pendidikan. Banyak yang sulit menyambung hidup hari demi hari. Bahkan, ada yang sudah sakit-sakitan memohon dikembalikan sebagian untuk biaya pengobatan juga tidak dikabulkan, sampai pada akhirnya banyak meninggal dunia karena terhambat pengobatannya,” kata Ricky.
“Lalu, ada yang sampai bunuh diri, ada yang sampai bertengkar suami-istri hingga bercerai,” tambahnya.
Sejak 2020, Ricky dan para korban lain terus berjuang mendapatkan keadilan, melalui demonstrasi ke beragam kantor pemerintah, hingga menempuh jalur hukum.
“Hingga akhirnya, putusan pengadilan membebaskan pelaku dari seluruh dakwaan. Kami semua patah arah, kami tidak tahu lagi harus meminta perlindungan ke siapa,” ujarnya.
“Kami mengumpamakan ibarat seorang maling ayam saja bisa dihukum, masa orang yang merampas dan merugikan sebesar triliunan rupiah tidak dapat dijerat oleh hukum. Bahkan bukan hanya pelaku utama, sampai anak buahnya pun tidak ada satupun yang dijerat hukum. Para pengurus bebas,” keluhnya.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat - Syafrudin Ainor, Dede Suryaman, dan Sri Hartati- menyatakan bos KSP Indosurya, Henry Surya, bebas dari dakwaan dugaan penipuan dan penggelapan, pada Selasa (24/1/2023).
“Menyatakan terdakwa Henry Surya tersebut di atas, terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi bukan merupakan tindak pidana melainkan perkara perdata (onslag van recht vervolging),” kata hakim ketua Syafrudin Ainor dikutip dari dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Barat, Kamis (26/1).
"Melepaskan terdakwa Henry Surya oleh karena itu dari segala tuntutan hukum sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Alternatif Kesatu Pertama dan dakwaan Kedua Pertama."
Jaksa penuntut umum sebelumnya mengajukan tuntutan 20 tahun penjara dan denda Rp200 miliar kepada Henry Surya karena diduga melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin otoritas terkait - dengan kerugian ekonomi korban sebesar Rp16 triliun.
Pekan sebelumnya, Rabu (18/01), terdakwa lain June Indira juga dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan dari tuntutan 10 tahun penjara dan denda Rp10 miliar.
Atas putusan terhadap kedua terdakwa itu, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan kasasi, Rabu (25/01).