MoeslimChoice.KPK menetapkan seorang hakim agung sebagai tersangka, yaitu Sudrajad Dimyati, sampai-sampai mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin Tumpa mengusulkan agar tak ada lagi sebutan 'yang mulia' bagi hakim. Menko Polhukam Mahfud Md pun memberikan respons atas hal itu.
"Saya hormat kepada Pak Harifin Tumpa. Beliau dulu teman seangkatan saya memimpin lembaga negara era SBY periode kedua. Beliau bersih dan berintegritas. Usulnya agar hakim agung tak lagi disebut 'yang mulia' menurut saya merupakan ekspresi kekecewaannya kepada teman-teman sekorpsnya yang sangat mengotori kemuliaan jabatan hakim agung," kata Mahfud, Senin (26/9/2022).
Mahfud belum menyimpulkan usulan agar hakim agung untuk tidak lagi disebut sebagai yang mulia. Namun Mahfud memiliki pandangan hakim agung yang terkena operasi tangkap tangan (OTT) disebut 'yang busuk' atau 'yang terhina'.
"Saya sendiri belum sampai menyimpulkan bahwa hakim agung sebagai korps tidak lagi disebut yang mulia, tetapi kepada oknum hakim agung yang kena OTT saya setuju disebut 'yang busuk' atau 'yang terhina'," ujarnya.
Seperti diketahui, Harifin Tumpa mengaku prihatin atas kasus yang menjerat Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Oleh sebab itu, Harifin Tumpa menegaskan kembali agar masyarakat dan semua pihak tidak lagi memanggil hakim dengan panggilan 'yang mulia'.
"Betul (setop panggilan yang mulia). Dari dulu saya memang tidak setuju panggilan itu," kata Harifin Tumpa, Senin (26/9/2022).
Harifin Tumpa sudah mengingatkan agar panggilan yang mulia itu disetop sejak Juni 2020. Ada kegelisahan yang mendalam mengapa Harifin Tumpa menolak hakim dipanggil yang mulia. Dirinya sendiri pun menolaknya. Namun belakangan panggilan yang mulia kerap digunakan, bahkan dibuat aturan tertulis agar siapa pun memanggil yang mulia. Bahkan, di luar sidang pun dipanggil yang mulia.
"Hakim itu hanya manusia biasa. Hanya ia diberi amanah," ucap Harifin Tumpa, yang menjabat sebagai Ketua MA 2009-2012.
Kegelisahan Harifin Tumpa kini terbukti. Hakim Agung Sudrajad Dimyati kini ditahan KPK atas dugaan korupsi suap. Hakim agung yang menjadi penjaga final keadilan harus berurusan dengan lembaga antikorupsi itu. Padahal putusan hakim agung final dan mengikat serta tidak bisa diubah lagi.
"Kami semua korps hakim turut merasa tercemar dengan ulah segelintir manusia yang masuk korps hakim agung. Mudah-mudahan ini yang pertama dan terakhir," pungkas Harifin Tumpa.
Kasus bermula saat KPK menangkap basah pegawai MA, Dessy Yustria, tengah menerima uang suap dari pengacara Eko Suparno. Lalu KPK mengembangkan kasus itu dan berikut daftar 10 tersangka kasus suap menyuap itu:
Sebagai Penerima:
- Sudrajad Dimyati, hakim agung pada Mahkamah Agung
- Elly Tri Pangestu, hakim yustisial/panitera pengganti Mahkamah Agung
- Desy Yustria, PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung
- Muhajir Habibie, PNS pada kepaniteraan Mahkamah Agung
- Redi, PNS Mahkamah Agung
- Albasri, PNS Mahkamah Agung
Sebagai Pemberi:
- Yosep Parera, pengacara
- Eko Suparno, pengacara
- Heryanto Tanaka, swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana)
- Ivan Dwi Kusuma Sujanto, swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID (Intidana). [irm]