Terkait Penambangan Pasir di Laut Takalar, Ini Hasil Evaluasi dan Peninjauan Lokasinya

- Senin, 12 Oktober 2020 | 13:44 WIB
Pakar lingkungan dan tim Pelindo IV serta Kadis LH Sulsel meninjau kegiatan penambangan pasir di Laut Takalar/net
Pakar lingkungan dan tim Pelindo IV serta Kadis LH Sulsel meninjau kegiatan penambangan pasir di Laut Takalar/net

Moeslimchoice | Kadis Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Selatan, Ir Andi Hasdullah MSi menurunkan tim untuk meninjau langsung proses penambangan pasir yang dilakukan oleh kapal Queen of the Netherlands milik PT Royal Boskalis di perairan Takalar, Sulawesi Selatan. Dalam peninjaun yang dilakukan Sabtu (10/10/20) tersebut, kesimpulannya, penambangan pasir di Laut Takalar tidak merusak terumbu karang.    

"Peninjauan ini untuk memonitoring dan mengevaluasi terkait dengan pelaksanaan penambangan pasir yang telah berjalan kurang lebih dua bulan terakhir ini," kata Andi dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi, Senin (12/10/20).

Hal ini untuk menjawab tuntutan demo baru-baru ini di depan kantor Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) soal penambangan pasir laut yang dilakukan oleh kapal Queen of the Netherlands milik PT Royal Boskalis di perairan Makassar, Sulsel. 

PT Royal Boskalis ini dikontrak oleh PT Pembangunan Perumahan (PP) selaku kontraktor pembangunan Makassar New Port (MNP) untuk penyediaan pasir bagi kegiatan reklamasi terkait pembangunan MNP.

Dalam tim rombongan pemantauan,  hadir pula Ahli lingkungan FPIK UMI, Andi Tamzil, pejabat pengawas lingkungan dan sejumlah media dan Koalisi LSM Lembaga Kemitraan Pemberantasan Kejahatan Indonesia yang dimotori Asdar Akbar.

Andi menjelaskan, perjalanan kapal yang membawa tim dari Pelindo IV ke lokasi tambang pasir sekitar 2 jam. Karena kebetulan pada Sabtu tidak ada ombak, laut pun tenang. Sedangkan dari Kodingareng ke lokasi sekitar 1.5 jam dengan jarak sekitar 8.2 mil (14 km) dari bibir pantai terluar Kodingareng. 

Kapal tim beriringan dengan kapal Boskalis menuju tambang pasir. Karena kapal Boskalis berjalan cepat jadi kapal yang dinaiki tim tertinggal jauh. Pandangan kapal itu sudah terlihat sangat kecil dari pulau Kodingareng. Berarti sangat jauh makanya yang terlihat lampunya karena pada saat kapal beroperasi menyala lampunya. 

"Setelah 14 km pandangan kita sudah tidak jelas lagi. Saking jauhnya dari lokasi tambang pulau tersebut tidak terlihat, kemudian dari Pulau Dayang-dayang jaraknya 8,7 mil dan Galesong Utara 13 mil. Jadi saya melihat dampaknya terhadap lingkungan baik itu biota laut maupun ekologi dan nelayan sesuai dengan kajian Amdal dan tetap berada dalam keadaan yang normal atau wajar," jelasnya.

Kemudian, lanjutnya, Tim berada dekat di kapal Boskalis di lokasi tambang hampir dua jam menyaksikan. Mengapa agak lama? Menurut Andi, karena tim ingin melakukan pencermatan dampak apa yang terjadi ketika pengisapan pasir itu dilakukan. 

Kapal tidak bergerak hanya berputar-putar di area tambang pasir tidak keluar sesuai dokumen Amdal bahwa lokasi hanya di koordinatnya. 

"Kita menyaksikan penambangan lalu mencoba melihat apa-apa saja dampak yang ditimbulkan pada saat pengisapan pasir. Kita melihat jarak dekat penambangan pasir laut. Yang pertama dalam pikiran saya mau cek dulu apakah penambangan itu berada di titik koordinat zona penambangan (quarry)  yang sudah ditentukan. Kita mencocokan apakah penambangan sudah dilakukan di lokasi yang sudah direkomendasikan. Yang kita dapatkan hasilnya itu sudah sesuai dengan titik koordinat. Kesimpulan pertama mereka menambang di area yang telah mereka tentukan. Mereka tidak menambang di luar," tuturnya.

Yang kedua, sambungnya, terkait isu kekeruhan yang dikeluhkan, faktanya di lapangan ternyata tetap sesuai yang tertera pada dokumen Amdal, bahwa sebaran kekeruhan hanya sekitar 300 meter dari kapal. "Durasinya pun tidak lama, itu 40 menit sampai 1 jam sudah kembali normal," ujarnya.

Isu kekeruhan yang disebutkan menjalar kemana-mana ke daerah tangkap nelayan, ke sekitar pulau sebagainya itu pun tidak benar. "Isu soal kekeruhan ini tersebar jauh keluar dan mengganggu penangkapan ikan nelayan sudah terjawab dan jawabannya itu seperti itu. Jadi, tingkat kekeruhan yang terjadi sama dengan yang ada di dokumen Amdal," katanya. 

Tingkat kekeruhan laut, katanya, durasinya 30 sampai 1 jam paling lama kembali air itu jernih. Satu hal yang kita lihat disitu. Satu sebarannya berapa meter, satu lagi durasi lamanya. Sebarannya hanya 300 meter maksimal. Dan itupun tidak sekeliling kapal. Sehingga isu daya tangkap ikan nelayan menurun itu juga tidak bisa dibuktikan karena radius pengisapan pasir ini hanya berdiameter 300 meter saja.

Halaman:

Editor: Zulfahmi

Terkini

Menparekraf Dorong Kuliner Indonesia Makin Mendunia

Minggu, 19 Maret 2023 | 10:00 WIB
X