MOESLIMCHOICE.com-Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengadakan Sosialisasi Hasil Hisab 1 Syawal dan 1 Zulhijah 1444 H kemarin, Sabtu (15/4/2023), untuk menyampaikan hasil hisab Muhammadiyah terkait awal Syawal.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyebutkan, sosialisasi ini juga meningkatkan pemahaman tentang konsep Hisab Hakiki Wujudul Hilal sebagai metode penetapan awal bulan kamariah yang sah secara syar’i, serta menguatkan pelaksanaan ibadah Idul Fitri dan Idul Adha mengikuti hasil hisab Muhammadiyah.
Dalam kesempatan itu, dikutip dari laman muhammadiyah.or.id pada Minggu (16/4/2023), pakar falak Muhammadiyah Arwin Juli Rakhmadi Butar-butar membeberkan fakta historis terkait istilah Wujudul Hilal.
Baca Juga: Bukan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Ulama Mesir yang Pertama Menggunakan Istilah Wujudul Hilal
Arwin juga menyebutkan dalil-dali engenai metode hisab tersebut, serta para ulama dunia yang mendukung metode hisab wujudul hilal.
Arwin mengatakan, dalil hisab sebagai metode penentuan awal bulan terdapat dalam QS. ar-Rahman ayat 5. Ayat ini tidak sekedar memberi informasi, tetapi juga mendorong untuk melakukan perhitungan terhadap gerak matahari dan Bulan.
Menghitung gerak matahari dan bulan sangat berguna untuk mengetahui bilangan tahun dan perhitungan waktu. Termaktubnya istilah hisab di dalam Al Quran mendorong para ulama untuk menggunakan metode ini dalam penentuan awal bulan.
Selain itu, dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan Ibn Umar terdapat frasa “faqduru lahu”, yang artinya: maka kadarkanlah. Dari beberapa penafsiran yang ada, salah satunya adalah “fahsibu lahu”, yang berarti: maka lakukanlah perhitungan.
Baca Juga: Pimpinan Pusat Muhammadiyah Sosialisasi Hasil Hisab 1 Syawal 1444 H karena Diprediksi Idul Fitri Berbeda
Penafsiran seperti ini antara lain dipegangi oleh beberapa ulama besar seperti Mutharrif bin Abdillah asy-Syikhr seorang pembesar tabiin, Ibn Suraij dari Mazhab Syafii, dan Ibn Qutaibah.
Daftar Ulama yang Mendukung Penggunaan Metode Hisab:
Ulama Klasik
1. Mutharrif bin Abdillah (w. 78 H/697 M),
2. Ibn Qutaibah (w. 276 H/889 M),
3. Ibn Suraij (w. 306 H/918 M),
4. Ibn Daqiq al-‘Id (w. 702 H/1302 M),
5. Taqiyyuddin as-Subki (w. 756 H/1355 M),
6. Al-Qalyubi (w. 1069 H/1658 M),
7. Asy-Syarwani (w. 1301 H/1883 M),
8. Al-‘Ubbadi (w. 994 H/1585 M)
Baca Juga: Haddad Alwi Kembali Merilis Lagu Religi Bersama Para Santri, Ini Judul Lagunya
Ulama Kontemporer:
1. Ahmad Muhammad Syakir (w. 1377 H/1958 M),
2. Muhammad Rasyid Ridha (w. 1354 H/1935 M),
3. Thanthawi Jauhari (w. 1358 H/1938 M),
4. Yusuf al-Qaradhawi (w. 2022 M),
5. Ali Jum’ah (l. 1952 M).
Daftar para ulama pendukung hisab di atas dapat dijadikan sebagai bukti bahwa penggunaan rukyat belum sepenuhnya ijmak di antara para ulama. Klaim bahwa telah terjadi ijmak di antara para ulama tertolak karena satu alasan, yaitu: terdapat sederetan nama ulama, baik dari periode salaf (klasik) maupun khalaf (modern), yang menyatakan dukungan kepada hisab.*
Artikel Terkait
Setelah Berhijrah, Aming Akui Hidupnya Makin Tenang di Bulan Ramadhan
Berbagi Cerita soal Tantangan Melewati Ramadhan di Luar Negeri, Maudy Ayunda: Energinya Memang Berbeda
Tingkat Hunian Hotel di Makkah Mencapai 100 Persen di 10 Hari Terakhir Ramadhan